Arsip Blog

Barakah dalam Musyarakah


Oleh Brilly El-Rasheed

Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, Allah Ta’ala berfirman,

إنّ الله تَعَالَى يَقولُ: أَنا ثالِثُ الشَّرِيكَيْنِ مَا لمْ يَخُنْ أحَدُهُما صاحِبَهُ فَإِذا خانَهُ خَرَجْتُ مِنْ بَيْنِهِما

“Aku adalah yang ketiga diantara dua orang yang berserikat selama tidak ada yang berkhianat, jika ada, Aku akan keluar dari keduanya.” [Al-Jami’ Ash-Shaghir no. 3671]

Makna hadits qudsi ini adalah, sebagaimana diterangkan Al-Munawi dalam Faidh Al-Qadir 2/308, Allah akan menolong, memberi barakah, dan mengembangkan (kesuksesan) perserikatan dua orang sepanjang tidak ada yang berkhianat dalam bentuk meninggalkan penegakan amanah, jika ada yang khianat, Allah cabut barakah dari harta mereka masing-masing. Al-Munawi kemudian mengutip penjelasan Ath-Thibbi mengapa Allah menyebut diri-Nya sebagai pihak ketiga, yakni karena masuknya Allah dalam perserikatan tersebut adalah dalam bentuk Allah mengaruniakan barakah sebagaimana harta lain yang tercampur (dengan harta mereka). Ath-Thibbi menambahkan, hadits ini merupakan anjuran berserikat dimana di dalamnya terdapat barakah sepanjang amanah karena masing-masing pihak berusaha memberikan manfaat bagi rekannya, sebagaimana dalam hadits lain, “Dan Allah terus-menerus menolong hamba selagi dia menolong saudaranya.”.

Bagaimana bentuk khianat? Silakan pendapatnya, tulis di kolom komentar.

Indikator Calon Penghuni Surga


Oleh Brilly El-Rasheed

 

Dari Abu Hurairah, Rasulullah berkata,

مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا وَإِنْ سَأَلَنِي لَأُعْطِيَنَّهُ وَلَئِنْ اسْتَعَاذَنِي لَأُعِيذَنَّهُ وَمَا تَرَدَّدْتُ عَنْ شَيْءٍ أَنَا فَاعِلُهُ تَرَدُّدِي عَنْ نَفْسِ الْمُؤْمِنِ يَكْرَهُ الْمَوْتَ وَأَنَا أَكْرَهُ مَسَاءَتَهُ

“Sesungguhnya Allah berfirman, “Barangsiapa memusuhi wali-Ku maka Aku umumkan perang terhadapnya. Tidaklah hamba-Ku bertaqarrub kepada-Ku dengan melakukan suatu amalan yang lebih Aku cintai daripada apa yang Aku wajibkan kepada mereka, kemudian hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan nafilah, sehingga Aku mencintainya. Apabila Aku telah mencintainya, maka Aku adalah pendengarannya yang dia mendengar dengannya, penglihatannya yang dia melihat dengannya, tangannya yang dia memegang dengannya, dan kakinya yang dia berjalan dengannya. Apabila dia meminta kepada-Ku maka Aku akan memberinya, dan apabila dia meminta perlindungan kepada-Ku maka Aku akan melindunginya. Dan tidaklah Aku bimbang akan sesuatu seperti kebimbangan-Ku dari mencabut nyawa seorang mu`min, dia benci kematian padahal Aku tidak ingin menyakitinya.”. [Shahih Al-Bukhari no. 6137, 6502]

Dalam hadits ini terdapat ketetapan bahwa apabila Allah telah mencintai seorang hamba-Nya Dia akan menjadikannya sebagai wali-Nya dan mengabulkan semua doanya dan memenuhi semua permintaannya. Tentu saja sepanjang doa itu masih dalam koridor kebaikan dan syari’at. Dalam hadits ini terdapat kepastian bahwa terkabulnya impian bukan jaminan Allah telah mencintai. Terkabulnya impian hanya menjadi jaminan Allah telah mencintai, apabila sang hamba telah meniti amal-amal wajib dan nafilah secara optimal.

Dari Anas bin Malik,

قَالَ رَسُوْلُ للهِ: إِذَا أَرَادَ بِعَبْدٍ خَيْرًا اسْتَعْمَلَهُ قِيْلَ: كَيْفَ يَسْتَعْمَلَهُ؟ قَالَ: يُوْفِقُهُ لِعَمَلٍ صَالِحٍ قَبْلَ الْمَوْتِ ثُمَّ يَقْبِضُهُ عَلَيْهِ

Rasulullah berkata, “Jika Allah menghendaki kebaikan pada diri seorang hamba, Allah akan memperkerjakannya sebelum ia mati.” Para shahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana Allah memperkerjakannya?” Beliau menjawab, “Allah membimbingnya untuk mengerjakan amal shalih, kemudian Allah mencabut nyawanya saat ia tengah mengerjakan amal shalih tersebut.” [Sunan At-Tirmidzi no. 2229]

Dari Abu Umamah,

قَالَ رَسُوْلُ للهِ إِذَا أَرَادَ الله بِعَبْدٍ خَيْرًا طَهَّرَهُ قَبْلَ مَوْتِهِ قَالُوْا وَ مَا طَهُوْرُ الْعَبْدِ؟ قال عَمَلٌ صَالِحٌ يَلْهَمُهُ إِيَّاهُ حَتَّى يَقْبِضُهُ عَلَيْهِ

Nabi mengatakan, “Jika Allah menghendaki kebaikan pada diri seorang hamba, Allah akan mensucikannya sebelum ia mati.” Para shahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana sucinya seorang hamba?” Beliau menjawab, “Beramal shalih yang diilhamkan Allah kepadanya hingga Allah mencabut nyawanya saat ia tengah mengerjakan amal shalih tersebut.” [Al-Jami’ Ash-Shaghir]

Dari Abu ‘Inabah,

قَالَ رَسُوْلُ للهِ إِذَا أَرَادَ الله بِعَبْدٍ خَيْرًا عَسَلَهُ قِيْلَ وَ مَا عَسَلَهُ؟ قَالَ يَفْتَحُ لَهُ عَمَلاً صَالِحًا قَبْلَ مَوْتِهِ ثُمَّ يَقْبِضُهُ عَلَيْهِ

Rasulullah berkata, “Jika Allah menghendaki kebaikan pada diri seorang hamba, Allah akan membekalinya dengan madu.” Para shahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana Allah membekalinya dengan madu?” Beliau menjawab, “Allah membukakan pintu amal shalih sebelum ia mati, kemudian Allah mencabut nyawanya saat ia tengah mengerjakan amal shalih tersebut.” [Al-Jami’ Ash-Shaghir]

Indikator seseorang telah dijadikan oleh Allah Ta’ala sebagai calon penghuni surga adalah jika dia selalu dimudahkan Allah Ta’ala untuk beramal shalih namun dipersulit oleh Allah untuk beramal thalih.

Rumusan Jawaban: Mengqadha Shalat Orang Lain


Rumusan Jawaban Masalah Mengqadha Shalat Orang Lain

Oleh Brilly El-Rasheed
Mengqadha shalatnya orang lain sepeninggalnya itu tidak boleh apalagi semasa masih hidup walaupun sakit parah, meskipun orang yang bersangkutan mewasiatkan untuk diqadhai semua shalatnya yang telah ditinggalkannya.

إعانة الطالبين  1 / 24 ولو قضاها وارثه بأمره لم يجز لأنها عبادة بدنية

Jika sholatnya diqodho’ oleh ahli waris/keluarga dengan perintahnya maka tidak boleh karena sholat adalah ibadah badaniyyah.

إعانة الطالبين (2/ 243) ( وقوله عدم جواز الصوم عنه ) أي عن الميت لأنه عبادة بدنية وهي لا تدخلها النيابة في الحياة فكذلك بعد الموت قياسا على الصلاة والاعتكاف

Perkataan mushannif “tidak adanya kebolehan puasa atasnya” yakni atas mayit sebab puasa adalah ibadah badaniyah,ibadah yang tidak dapat digantikan semasa hidup begitu juga setelah mati sebagai qiyas/seperti halnya shalat dan i’tikaf.

Terpaksa Kerja Berat, Boleh Tidak Puasa?


Oleh Brilly El-Rasheed

Tidak puasa tanpa udzur syar`i hukumnya haram. Namun jika terpaksa bekerja dan pekerjaannya berat dan jika puasa memberatkan maka boleh tidak puasa (kelak wajib qodho` saja).

بشرى الكريم الجزء 2 صحـ : 72 مكتبة الحرمين
وَيَلْزَمُ أَهْلَ الْعَمَلِ الْمُشِقِّ فِيْ رَمَضَانَ كَالْحَصَّادِيْنَ وَنَحْوِهِمْ تَبْيِيْتُ النِّيَةِ ثُمَّ إِنْ لَحِقَهُ مِنْهُمْ مَشَقَّةٌ شَدِيْدَةٌ أَفْطَرَ وَإِلاَّ فَلاَ وَلاَ فَرْقَ بَيْنَ اْلأَجِيْرِ وَالْغَنِيِّ وَغَيْرِهِ أَوْ الْمُتَبَرِّعِ وَإِنْ وَجَدَ غَيْرَهُ وَتَأْتَّى لَهُم الْعَمَلُ لَيْلاً اهـ

Apalagi seorang sopir yang terpaksa harus menyopir setiap hari selama Ramadhan karena kalau tidak kerja, keluarganya tidak makan. Maka sopir boleh tidak puasa tapi hendaknya dia berusaha bagaimana caranya bisa tetap puasa, karena kalau tidak berarti dia  meninggalk​an kewajiban puasa selama-lam​anya. Menurut Ibn Hajar selama dalam bepergian boleh membatalka​n puasa.

Read the rest of this entry

Hakekat Musibah bagi Orang Shalih


Oleh Brilly El-Rasheed

 

Dari Qutaibah, Rasulullah berkata,

إِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدِهِ الْخَيْرَ عَجَّلَ لَهُ الْعُقُوبَةَ فِي الدُّنْيَا وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدِهِ الشَّرَّ أَمْسَكَ عَنْهُ بِذَنْبِهِ حَتَّى يُوَافِيَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Ketika Allah menghendaki kebaikan bagi seorang hamba, maka Allah segerakan hukuman atas dosanya di dunia. Dan ketika Allah menghendaki keburukan bagi seorang hamba, maka Allah menahan (dari menyiksanya atas) dosanya, hingga Allah akan melaksanakan (hukuman)nya pada hari qiyamah.” [Sunan At-Tirmidzi]

Orang-orang yang sabar sangat senang jika hukuman atas dosa didahulukan di dunia meskipun mereka sangat sedih karena mereka sudah berbuat dosa kendati mereka tidak menyadari. Mereka lebih senang demikian karena yakin bahwa hukuman di dunia lebih ringan daripada hukuman di akhirat. Mereka menerima hukuman tersebut dengan sangat sabar.