Arsip Blog

Indikator Calon Penghuni Surga


Oleh Brilly El-Rasheed

 

Dari Abu Hurairah, Rasulullah berkata,

مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا وَإِنْ سَأَلَنِي لَأُعْطِيَنَّهُ وَلَئِنْ اسْتَعَاذَنِي لَأُعِيذَنَّهُ وَمَا تَرَدَّدْتُ عَنْ شَيْءٍ أَنَا فَاعِلُهُ تَرَدُّدِي عَنْ نَفْسِ الْمُؤْمِنِ يَكْرَهُ الْمَوْتَ وَأَنَا أَكْرَهُ مَسَاءَتَهُ

“Sesungguhnya Allah berfirman, “Barangsiapa memusuhi wali-Ku maka Aku umumkan perang terhadapnya. Tidaklah hamba-Ku bertaqarrub kepada-Ku dengan melakukan suatu amalan yang lebih Aku cintai daripada apa yang Aku wajibkan kepada mereka, kemudian hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan nafilah, sehingga Aku mencintainya. Apabila Aku telah mencintainya, maka Aku adalah pendengarannya yang dia mendengar dengannya, penglihatannya yang dia melihat dengannya, tangannya yang dia memegang dengannya, dan kakinya yang dia berjalan dengannya. Apabila dia meminta kepada-Ku maka Aku akan memberinya, dan apabila dia meminta perlindungan kepada-Ku maka Aku akan melindunginya. Dan tidaklah Aku bimbang akan sesuatu seperti kebimbangan-Ku dari mencabut nyawa seorang mu`min, dia benci kematian padahal Aku tidak ingin menyakitinya.”. [Shahih Al-Bukhari no. 6137, 6502]

Dalam hadits ini terdapat ketetapan bahwa apabila Allah telah mencintai seorang hamba-Nya Dia akan menjadikannya sebagai wali-Nya dan mengabulkan semua doanya dan memenuhi semua permintaannya. Tentu saja sepanjang doa itu masih dalam koridor kebaikan dan syari’at. Dalam hadits ini terdapat kepastian bahwa terkabulnya impian bukan jaminan Allah telah mencintai. Terkabulnya impian hanya menjadi jaminan Allah telah mencintai, apabila sang hamba telah meniti amal-amal wajib dan nafilah secara optimal.

Dari Anas bin Malik,

قَالَ رَسُوْلُ للهِ: إِذَا أَرَادَ بِعَبْدٍ خَيْرًا اسْتَعْمَلَهُ قِيْلَ: كَيْفَ يَسْتَعْمَلَهُ؟ قَالَ: يُوْفِقُهُ لِعَمَلٍ صَالِحٍ قَبْلَ الْمَوْتِ ثُمَّ يَقْبِضُهُ عَلَيْهِ

Rasulullah berkata, “Jika Allah menghendaki kebaikan pada diri seorang hamba, Allah akan memperkerjakannya sebelum ia mati.” Para shahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana Allah memperkerjakannya?” Beliau menjawab, “Allah membimbingnya untuk mengerjakan amal shalih, kemudian Allah mencabut nyawanya saat ia tengah mengerjakan amal shalih tersebut.” [Sunan At-Tirmidzi no. 2229]

Dari Abu Umamah,

قَالَ رَسُوْلُ للهِ إِذَا أَرَادَ الله بِعَبْدٍ خَيْرًا طَهَّرَهُ قَبْلَ مَوْتِهِ قَالُوْا وَ مَا طَهُوْرُ الْعَبْدِ؟ قال عَمَلٌ صَالِحٌ يَلْهَمُهُ إِيَّاهُ حَتَّى يَقْبِضُهُ عَلَيْهِ

Nabi mengatakan, “Jika Allah menghendaki kebaikan pada diri seorang hamba, Allah akan mensucikannya sebelum ia mati.” Para shahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana sucinya seorang hamba?” Beliau menjawab, “Beramal shalih yang diilhamkan Allah kepadanya hingga Allah mencabut nyawanya saat ia tengah mengerjakan amal shalih tersebut.” [Al-Jami’ Ash-Shaghir]

Dari Abu ‘Inabah,

قَالَ رَسُوْلُ للهِ إِذَا أَرَادَ الله بِعَبْدٍ خَيْرًا عَسَلَهُ قِيْلَ وَ مَا عَسَلَهُ؟ قَالَ يَفْتَحُ لَهُ عَمَلاً صَالِحًا قَبْلَ مَوْتِهِ ثُمَّ يَقْبِضُهُ عَلَيْهِ

Rasulullah berkata, “Jika Allah menghendaki kebaikan pada diri seorang hamba, Allah akan membekalinya dengan madu.” Para shahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana Allah membekalinya dengan madu?” Beliau menjawab, “Allah membukakan pintu amal shalih sebelum ia mati, kemudian Allah mencabut nyawanya saat ia tengah mengerjakan amal shalih tersebut.” [Al-Jami’ Ash-Shaghir]

Indikator seseorang telah dijadikan oleh Allah Ta’ala sebagai calon penghuni surga adalah jika dia selalu dimudahkan Allah Ta’ala untuk beramal shalih namun dipersulit oleh Allah untuk beramal thalih.

Terpaksa Kerja Berat, Boleh Tidak Puasa?


Oleh Brilly El-Rasheed

Tidak puasa tanpa udzur syar`i hukumnya haram. Namun jika terpaksa bekerja dan pekerjaannya berat dan jika puasa memberatkan maka boleh tidak puasa (kelak wajib qodho` saja).

بشرى الكريم الجزء 2 صحـ : 72 مكتبة الحرمين
وَيَلْزَمُ أَهْلَ الْعَمَلِ الْمُشِقِّ فِيْ رَمَضَانَ كَالْحَصَّادِيْنَ وَنَحْوِهِمْ تَبْيِيْتُ النِّيَةِ ثُمَّ إِنْ لَحِقَهُ مِنْهُمْ مَشَقَّةٌ شَدِيْدَةٌ أَفْطَرَ وَإِلاَّ فَلاَ وَلاَ فَرْقَ بَيْنَ اْلأَجِيْرِ وَالْغَنِيِّ وَغَيْرِهِ أَوْ الْمُتَبَرِّعِ وَإِنْ وَجَدَ غَيْرَهُ وَتَأْتَّى لَهُم الْعَمَلُ لَيْلاً اهـ

Apalagi seorang sopir yang terpaksa harus menyopir setiap hari selama Ramadhan karena kalau tidak kerja, keluarganya tidak makan. Maka sopir boleh tidak puasa tapi hendaknya dia berusaha bagaimana caranya bisa tetap puasa, karena kalau tidak berarti dia  meninggalk​an kewajiban puasa selama-lam​anya. Menurut Ibn Hajar selama dalam bepergian boleh membatalka​n puasa.

Read the rest of this entry

Hakekat Musibah bagi Orang Shalih


Oleh Brilly El-Rasheed

 

Dari Qutaibah, Rasulullah berkata,

إِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدِهِ الْخَيْرَ عَجَّلَ لَهُ الْعُقُوبَةَ فِي الدُّنْيَا وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدِهِ الشَّرَّ أَمْسَكَ عَنْهُ بِذَنْبِهِ حَتَّى يُوَافِيَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Ketika Allah menghendaki kebaikan bagi seorang hamba, maka Allah segerakan hukuman atas dosanya di dunia. Dan ketika Allah menghendaki keburukan bagi seorang hamba, maka Allah menahan (dari menyiksanya atas) dosanya, hingga Allah akan melaksanakan (hukuman)nya pada hari qiyamah.” [Sunan At-Tirmidzi]

Orang-orang yang sabar sangat senang jika hukuman atas dosa didahulukan di dunia meskipun mereka sangat sedih karena mereka sudah berbuat dosa kendati mereka tidak menyadari. Mereka lebih senang demikian karena yakin bahwa hukuman di dunia lebih ringan daripada hukuman di akhirat. Mereka menerima hukuman tersebut dengan sangat sabar.

Hanya Menyembah Allah


Oleh Brilly El-Rasheed

 

Ingat dan hujamkan dalam qalbu, Allah maha kaya, Allah lah pemilik bumi dan langit dan segala apa yang ada di dalamnya, Allah menyuruh kita optimal dalam beribadah kepadaNya, maka beribadahlah kepada Allah secara optimal, jangan risaukan rizqi kita, karena Allah maha kaya, Allah lah yang memberi kita rizqi. Jika kita ta’at maka Allah akan berikan kepada kita rizqi dari jalan yang tak terduga-duga.

Ingatlah, Allah menciptakan kita ini hanya untuk beribadah kepadaNya. Kita tidak punya tugas/ kewajiban lain dalam hidup kita yang sekali ini, selain beribadah kepada Allah. Maka optimalkan ibadah kita kepada Allah.

Adapun kalau kita butuh untuk keberlangsungan hidup kita, maka kita diperbolehkan berusaha mendapatkan apa yang kita butuhkan agar hidup kita terus berlangsung. Dan apa pun yang  kita lakukan untuk menjaga keberlangsungan hidup kita ini adalah agar kita bisa beribadah kepada Allah, yang merupakan tugas hidup kita.

Nabi Muhammad mengingatkan,

مَنْ كَانَتْ الدُّنْيَا هَمَّهُ فَرَّقَ اللَّهُ عَلَيْهِ أَمْرَهُ وَجَعَلَ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ وَلَمْ يَأْتِهِ مِنْ الدُّنْيَا إِلَّا مَا كُتِبَ لَهُ وَمَنْ كَانَتْ الْآخِرَةُ نِيَّتَهُ جَمَعَ اللَّهُ لَهُ أَمْرَهُ وَجَعَلَ غِنَاهُ فِي قَلْبِهِ وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِيَ رَاغِمَةٌ

“Barangsiapa dunia menjadi tujuan akhirnya, Allah jadikan semua urusannya tercerai-cerai, kefakiran selalu ada di depan matanya, dan tidak diberikan padanya bagian dari dunia kecuali sebatas apa yang telah ditetapkan Allah baginya. Sedangkan barangsiapa akhirat menjadi tujuan akhirnya, Allah himpun semua urusannya, kekayaan ada dalam hatinya, dan dunia mendatanginya begitu saja dengan tertunduk.” [Al-Jami’ Ash-Shaghir]

Dalam riwayat lain yang senada, Nabi berkata,

من كانت الآخرة همه جعل الله غناه في قلبه وجمع له شمله وأتته الدنيا وهي راغمة ومن كانت الدنيا همه جعل الله فقره بين عينيه وفرق عليه شمله ولم يأته من الدنيا إلا ما قدر له

”Barangsiapa akhirat menjadi tujuan akhirnya, Allah jadikan kekayaan dalam hatinya, Allah himpun seluruh perkaranya, dan dunia mendatanginya begitu saja dengan tertunduk. Sedangkan barangsiapa dunia menjadi tujuan akhirnya, Allah jadikan kefakiran di depan matanya, Allah cerai-beraikan seluruh perkaranya, dan tidak ada bagian dari dunia yang mendatanginya kecuali sebatas apa yang ditaqdirkan Allah baginya.” [Al-Jami’ Ash-Shaghir]

Orang Paling Beruntung


Orang Paling Beruntung

oleh Brilly El-Rasheed

Disebutkan oleh Nabi Muhammad bahwasanya manusia paling berbahagia, paling sukses, paling beruntung, paling menang adalah orang-orang yang terjauhkan dari fitnah, baik fitnah kehidupan maupun kematian. Dari Al-Miqdad bin Al-Aswad, Demi Allah! Aku telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ السَّعِيدَ لَمَنْ جُنِّبَ الْفِتَنَ إِنَّ السَّعِيدَ لَمَنْ جُنِّبَ الْفِتَنِ إِنَّ السَّعِيدَ لَمَنْ جُنِّبَ الْفِتَنُ وَلَمَنْ ابْتُلِيَ فَصَبَرَ فَوَاهًا

“Sesungguhnya orang yang berbahagia adalah orang yang dijauhkan dari fitnah. Sesungguhnya orang yang berbahagia adalah orang yang dijauhkan dari fitnah. Sesungguhnya orang yang berbahagia adalah orang yang dijauhkan dari fitnah. Dan barangsiapa yang mendapat ujian lalu bersabar, maka alangkah bagusnya”. [Sunan Abu Dawud no. 4263. Ash-Shahihah no. 975]

Di antara fitnah yang paling dahsyat dan nyata eksesnya adalah fitnah terhadap qalbu. Qalbu itu mudah berbolak-balik, maka ketika ditimpa fitnah, qalbu semakin mudah berubah, bisa jadi pagi beriman sore kafir atau sore beriman pagi kafir. Nabi bersabda,

تُعْرَضُ الْفِتَنُ عَلَى الْقُلُوبِ كَالْحَصِيرِ عُودًا عُودًا فَأَىُّ قَلْبٍ أُشْرِبَهَا نُكِتَ فِيهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ وَأَىُّ قَلْبٍ أَنْكَرَهَا نُكِتَ فِيهِ نُكْتَةٌ بَيْضَاءُ حَتَّى تَصِيرَ عَلَى قَلْبَيْنِ عَلَى أَبْيَضَ مِثْلِ الصَّفَا فَلاَ تَضُرُّهُ فِتْنَةٌ مَا دَامَتِ السَّمَوَاتُ وَالأَرْضُ وَالآخَرُ أَسْوَدُ مُرْبَادًّا كَالْكُوزِ مُجَخِّيًا لاَ يَعْرِفُ مَعْرُوفًا وَلاَ يُنْكِرُ مُنْكَرًا إِلاَّ مَا أُشْرِبَ مِنْ هَوَاهُ

“Fitnah-fitnah (dosa-dosa) menodai hati bagaikan tikar, satu helai-satu helai. Maka, setiap hati menelannya, maka ia ternodai oleh satu noda hitam. Dan setiap hati yang menolaknya, maka ia dibercaki oleh satu bercak putih, sehingga itu menjadi dua macam bentuk hati, (yang pertama), hati putih bersih seperti mutiara yang mengkilau, sehingga ia tidak akan dibinasakan oleh suatu dosa selagi langit dan bumi masih utuh. Yang kedua, hati yang menjadi hitam pekat seperti bejana hitam yang tertelungkup, ia tidak kenal kebaikan dan tidak pula mengingkari kemungkaran, kecuali apa yang di gandrungi oleh nafsunya.” [Shahih Muslim, no. 386]

Ketika qalbu terbebas dari fitnah maka qalbu itu akan menjaga sang pemiliknya yaitu manusia dari kebinasaan. Ketika qalbu sudah sakit atau bahkan mati, maka manusia akan sulit membedakan mana kebaikan dan mana keburukan. Lebih parah lagi, manusia akan lebih sesat daripada hewan.

Artikel brillyelrasheed561.wordpress.com